Podcast Cipok PP KPU Kabupaten Tegal Eps 15 Cerita Kampanye dari Janji ke Aksi | Podcast Cipok PP KPU Kabupaten Tegal Eps 14 Perempuan Muda di Tengah Demokrasi | Podcast Cipok PP KPU Kabupaten Tegal Eps 13 Merdeka Gak Cuma Upacara : Apa Makna Merdeka Buat Kita?

Publikasi

Opini

Oleh: Dian Anika Sari Anggota KPU Kab.Tegal  Divisi Sosdiklih, Parmas dan SDM Di era serba digital, sosialisasi pemilu kini tidak hanya mengandalkan spanduk, baliho, atau tatap muka. KPU bersama berbagai pihak mulai memanfaatkan media sosial, aplikasi, dan kanal daring lainnya. Melalui platform seperti Instagram, Tik Tok, You Tube, hingga podcast  pesan pesan kepemiluan dapat disampaikan dengan cara yang lebih segar, kreatif dan mudah diterima oleh masyarakat, khususnya generasi muda yang akrab dengan dunia digital. Digitalisasi sosialisasi pemilu hadir sebagai jawaban atas tantangan zaman agar informasi kepemiluan dapat tersebar cepat, interaktif dan mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat. Jadi, digitalisasi sosialisasi pemilu bukan cuma soal posting di media sosial, tapi sudah kearah ekosistem informasi digital : aplikasi, bot, webinar, podcast, bahkan kolaborasi kreator konten. Bentuk sosialisasi pun semakin beragam. Ada infografis yang ringkas dan mudah dibagikan, video pendek ala Tik Tok yang menghibur sekaligus mendidik, webiner dan live streaming untuk diskusi interaktif, hingga aplikasi mobile yang memungkinkan pemilih mengecek data dirinya secara mandiri. Semua ini dirancang agar pemilih bisa mendapatkan informasi yang yang akurat dan resmi, sekaligus merasa dekat dengan proses demokrasi. Digitalisasi sosialisasi pemilu memiliki beberapa tujuan yaitu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu, memperluas jangkauan informasi, dan memperkuat transparansi penyelenggaraan. Dengan memanfaatkan teknologi, informasi resmi dari KPU dapat langsung diakses publik tanpa terdistorsi hoaks. Bahkan interaksi dua arah bisa terbangun karena pemilih dapat mengajukan pertanyaan atau memberikan masukan secara langsung melalui kanal digital. Namun penerapan sosialisasi berbasis digital ini tidak lepas dari tantangan. Kesenjangan akses internet masih terjadi di sejumlah daearah, literasi digital sebagian masyarakat juga masih terbatas, dan ancaman hoaks terus membayangi. Selain itu kemampuan SDM KPU di tingkat daerah untuk mengelola konten kreatif digital masih beragam. Karena itu, digitalisasi sosialisasi pemilu perlu di dukung dengan strategi yang matang. KPU perlu memperkuat kanal resminya, menyajikan konten yang sesuai segmen usia, menggandeng komunitas dan influincer lokal, edukasi literasi digital, sekaligus aktif dalam memerangi hoaks bersama pemerintah dalam patform media sosial. Dengan cara ini, digitalisasi tidak hanya menjadi tren, tetapi benar benar menjadi sarana efektif untuk mendekatkan pemilu kepada rakyat, terutama generasi muda yang akan menjadi penetu masa depan demokrasi Indonesia.

oleh: Yudi Rolies Priyadi, S.H.,M.A Sekretaris KPU Kabupaten Tegal Ungkapan perencanaan yang baik adalah setengah keberhasilan mengandung arti bahwa dalam mencapai tujuan ada tindakan awal yang paling krusial yaitu perencanaan. Setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipikirkan dalam proses perencanaan. Pertama, target/tujuan. Merupakan sasaran dan output kegiatan yang ingin dicapai. Kedua, sumber daya, meliputi: man, money, material. Dukungan sumber daya manusia, ketersediaan anggaran dan sarana prasarana pendukung. Ketiga, cara atau metode mancapai tujuan. Dalam konteks KPU, perencanaan adalah satu tahapan awal yang juga sangat krusial. Pelaksanaan pemilu/pilkada yang satu dengan yang lain adalah suatu siklus yang sifatnya berkesinambungan. Suksesnya pelaksanaan pemilu/pilkada hari ini, tentu merupakan hasil dari tahapan perencanaan (pre-election), pelaksanaan (election) dan evaluasi (post-election). Hal tersebut sekali lagi menegaskan bahwa tahapan perencanaan merupakan suatu bagian dari kesuksesan yang tidak bisa dianggap remeh. Gagal dalam merencanakan dengan baik itu sama saja dengan merencanakan kegagalan itu sendiri. Pada tataran teknis, bagaimana kemudian suatu perencanaan kegiatan tahapan, dapat mencapai outputnya dengan baik? Maka kita perlu suatu dokumen kerangka berpikir yang disusun dan disepakati bersama yang digunakan sebagai blueprint untuk mencapai output tersebut. Dokumen tersebut sering kita kenal dengan istilah Kerangka Acuan Kerja (KAK). Untuk memudahkan dalam penyusunan KAK, kita perlu panduan sebagai kerangka berpikir. Walaupun tidak secara eksplisit tersebut, namun penyusunan KAK seringkali memuat pendekatan 5W2H. Secara sederhana penjabarannya sebagai berikut: Pendekatan Substansi Keterangan What Uraian kegiatan yang akan dilakukan Pada KAK menjelaskan  tentang Apa sih kegiatan ini? Bisa saja nama kegiatan/tahapan/judul Why Latar belakang dan tujuan kegiatan Pada KAK menjelaskan Mengapa sih kegiatan ini penting dilaksanakan? Bisa disampaikan juga peraturan/petunjuk teknis/arahan pimpinan yang melatarbelakangi Who Penanggung jawab, pelaksana, pihak terkait lainnya Pada KAK menjelaskan Siapa sasaran/penerima manfaat dari pelaksanaan kegiatan, bisa masyarakat, pemilih, peserta pemilu, pihak terkait lainnya Where Lokasi pelaksanaan kegiatan Pada KAK menjelaskan Dimana kegiatan tersebut dilaksanakan When Jadwal pelaksanaan Pada KAK menjelaskan tentang Kapan kegiatan tersebut dilakukan, bisa memuat susunan acara/time line/durasi waktu How Strategi pelaksanaan Pada KAK menjelaskan tentang Bagaimana metode kerja dan hal teknis pelaksanaan kegiatan tersebut How Much Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pada KAK menjelaskan tentang Berapa Banyak anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut Di dalam organisasi KPU, terdapat 2 (dua) entitas, yaitu: Komisioner sebagai policy making yang terbagi dalam beberapa Divisi dengan model kepemimpinan kolektif-kolegial dan Sekretariat sebagai supporting system dengan model kepemimpinan birokrasi. Tugas fungsi dan kewenangan keduanya telah diatur secara jelas dalam peraturan. Dalam konteks penyusunan KAK pada suatu tahapan dengan entitas tersebut di atas, maka perlu dipahami bersama mengenai peran masing-masing. Untuk mengedepankan prinsip efektif dan efisien urutannya adalah sebagai berikut: Pertama, Divisi yang mengampu kegiatan mencermati peraturan mengenai tahapan yang diampu dan menguraikan dalam beberapa kegiatan pendukung pelaksanaan tersebut. Seringkali pencermatan tersebut juga didapat dari arahan pimpinan melalui surat dinas/surat edaran/petunjuk teknis dan/atau diskusi sharing-knowledge dengan Sekretariat. Kedua, Divisi melakukan pendalaman didampingi Kepala Sub Bagian terkait untuk merumuskan pendekatan-pendekatan awal (5W2H) menjadi konsep KAK. Sekretariat bertugas mendokumentasikan konsep KAK hasil pendalaman tersebut. Ketiga, Divisi mengusulkan konsep KAK tersebut kepada Ketua untuk dilakukan pleno pembahasan dan penetapan KAK. Keempat, Ketua mengundang segenap Divisi, Sekretaris, Pejabat Struktural dan juga dapat melibatkan Pengelola Keuangan.  Dalam forum tersebut, peserta dapat memberikan masukan. Untuk kesekretariatan, sebagai pelaksana teknis, harus dapat mencermati dan memberikan masukan dari sisi pengalaman, dukungan personil pelaksana kegiatan, sarana dan prasarana pendukung serta ketersediaan anggaran agar sesuai dengan ketentuan. Prinsipnya, masih lebih baik jika dalam pembahasan tersebut terjadi dialektika untuk menemukan konsep terbaik dan disepakati bersama daripada forum tersebut hanya bersifat formalistik-administratif yang ujung-ujungnya sulit/menemukan kendala pada proses pelaksanaan dan pertanggungjawabannya. Kolaborasi dalam penyusunan KAK semacam ini adalah pondasi tahapan perencanaan (pre-election) dalam pemilu/pilkada. Selain hal prinsip lainnya, yaitu sinergitas, soliditas, memahami peran dan tanggung jawab masing-masing serta saling menghargai.

oleh: Ceptian Zubaer Adhnan, A.Md Anggota KPU Kabupaten Tegal Divisi Perencanaan, Data dan Informasi   Pada Rabu, 2 Juli 2025, KPU Kabupaten Tegal telah menyelesaikan proses Rekapitulasi Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) untuk Triwulan II tahun 2025. Hasilnya, KPU Menetapkan jumlah pemilih sebanyak 1.260.665 orang, terdiri dari 637.667 pemilih laki-laki dan 622.988 pemilih perempuan, yang tersebar di 18 kecamatan. Jika dibandingkan dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu dan Pemilihan tahun 2024, terjadi kenaikan: Periode Jumlah Pemilih Kenaikan Persentase DPT Pemilu 2024 1.242.454 - - DPT Pemilihan 2024 1.244.301 1.847 0,15% PDPB Triwulan II 2025 1.260.665 16.364 1,32% Sumber Data : Admin Sidalih Kenaikan ini menunjukkan betapa dinamisnya data pemilih. Setiap hari, data dapat berubah karena berbagai faktor. seperti warga yang baru genap berusia 17 tahun, pindah domisili, meninggal dunia, menikah. Perlu dipahami, pemutakhiran data pemilih tidak hanya dilakukan menjelang Pemilu atau Pemilihan. Sesuai dengan PKPU Nomor 1 Tahun 2025, KPU Kabupaten/Kota wajib memperbarui data pemilih setiap tiga bulan. Melalui program PDPB, KPU Kabupaten Tegal memastikan daftar pemilih senantiasa komprehensif, inklusif, akurat, dan mutakhir. Berikut rincian perubahan yang tercatat selama Triwulan II: Kategori Alasan Jumlah Pemilih Tidak Memenuhi Syarat Meninggal Dunia 1.065   Pindah Domisili 3.231 Pemilih Baru - 20.651 Perubahan Data Pemilih - 2.318 Sumber Data : Admin Sidalih Kategori Pemilih Pindah Domisili: Jenis Perpindahan Jumlah Persentase Antar Desa dalam Kecamatan 553 17,12% Antar Kecamatan 968 29,96% Antar Kabupaten/Kota 1.710 52,92% Sumber Data : Admin Sidalih Profil Generasi Pemilih Baru: Generasi Jumlah Persentase Baby Boomer (sebelum 1965) 9.299 45,03% Generasi X (1965–1980) 2.520 12,20% Generasi Milenial (1981–1996) 982 4,76% Generasi Z (1997–2012) 7.850 38,01% Sumber Data : Admin Sidalih KPU Kabupaten Tegal mengajak seluruh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga kualitas data pemilih. Jika Anda mengetahui ada warga yang belum terdaftar, tidak memenuhi syarat, atau mengalami perubahan data, silakan sampaikan melalui: ???? Formulir Tanggapan Masyarakat: https://forms.gle/pEqHYVGuRfCg6M359 ???? CEK STATUS PEMILIH ONLINE: https://cekdptonline.kpu.go.id/

oleh: Adi Purwanto, ST Anggota KPU Kabupaten Tegal Divisi Teknis Penyelenggara Pemilu Dalam bab ini, kita melanjutkan gagasan besar tentang perlunya mengembalikan kesucian politik dan menjadikan kekuasaan sebagai amanat, bukan tujuan. Untuk itu, pendidikan politik menjadi pondasi yang tak bisa ditawar. Demokrasi yang sehat hanya mungkin terwujud jika rakyatnya cerdas secara politik—tidak sekadar dalam hal memilih, tetapi juga memahami mengapa memilih itu penting dan apa konsekuensinya. Pendidikan politik adalah alat yang sangat penting untuk memastikan bahwa rakyat tidak hanya menjadi objek kebijakan, tetapi juga subjek yang berperan aktif dalam pembentukan kebijakan tersebut. Demokrasi yang sehat memerlukan pemilih yang tidak hanya hadir saat pemilu, tetapi yang terlibat dalam pengawasan dan evaluasi kebijakan sepanjang masa jabatan pemimpin. Pendidikan politik seharusnya tidak hanya mengajarkan siapa calon pemimpin atau bagaimana cara memilih, tetapi yang lebih penting adalah memberikan pemahaman tentang dampak politik dalam kehidupan sehari-hari. Politik adalah instrumen yang mulia untuk mencapai kesejahteraan bersama. Politik bukan hanya soal siapa yang memimpin, tetapi juga tentang kebijakan yang mengatur kehidupan masyarakat, mulai dari harga barang hingga pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Jika rakyat tidak cerdas politik, maka mereka akan menjadi korban kebijakan yang tidak berpihak pada mereka. Tanpa kesadaran politik, masyarakat tidak akan menyadari bagaimana kebijakan yang ada dapat memengaruhi kehidupan mereka. Oleh karena itu, pendidikan politik harus diarusutamakan sejak dini—baik melalui kurikulum sekolah, forum-forum masyarakat, media massa, hingga diskusi antarwarga. Masyarakat harus dibekali wawasan tentang pentingnya berpartisipasi dalam proses politik dan bagaimana suara mereka menentukan arah masa depan bangsa. Pendidikan politik juga menanamkan prinsip bahwa memilih dalam pemilu bukan sekadar ritual lima tahunan, melainkan bentuk tanggung jawab moral dan sosial. Rakyat harus memilih bukan karena uang, janji jabatan, atau sentimen sesaat, melainkan karena kapasitas, kapabilitas, visi-misi, dan rekam jejak calon pemimpin. Pilihan politik harus didasarkan pada penilaian rasional dan etis: siapa yang paling mampu membawa perubahan nyata, siapa yang punya integritas, dan siapa yang betul-betul bekerja untuk rakyat. Dengan pemahaman yang baik tentang politik, masyarakat akan memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang bijak dan tidak terjebak pada politik praktis yang hanya mengejar keuntungan sesaat. Dalam perspektif Islam, memilih pemimpin bukan hanya hak, melainkan kewajiban. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Jika ada tiga orang dalam perjalanan, maka hendaklah mereka menunjuk salah satu sebagai pemimpin." Ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan sosial, terlebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kepemimpinan adalah hal yang sangat penting. Negara membutuhkan nakhoda. Dan pemilihan nakhoda ini tidak boleh sembarangan, apalagi asal-asalan. Lebih jauh, kita perlu menyadari bahwa seluruh aspek kehidupan masyarakat—harga sembako, tarif listrik, pendidikan, kesehatan, hingga pengelolaan sumber daya alam—ditentukan oleh kebijakan politik. Maka, jika rakyat buta politik, mereka akan menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan publik. Pepatah lama menyebutkan: "Jika engkau tidak peduli politik, maka engkau akan dipimpin oleh orang yang lebih buruk darimu." Ini mempertegas bahwa politik bukanlah sesuatu yang dapat dipandang sebelah mata, karena setiap keputusan politik akan langsung berdampak pada kualitas hidup rakyat. Karena itu, pemilih yang cerdas adalah mereka yang sadar bahwa suara mereka bukan untuk dijual, melainkan untuk diperjuangkan. Menjadi pemilih yang bermartabat berarti tidak golput, tidak pragmatis, dan tidak mudah tergiur pencitraan kosong. Kita butuh pemilih yang kritis, rasional, dan berani menjaga idealisme politik. Pendidikan politik juga mendorong partisipasi aktif rakyat dalam mengawal kebijakan publik. Demokrasi tidak berhenti di bilik suara, melainkan berlanjut dalam bentuk kontrol sosial, advokasi kebijakan, hingga keterlibatan dalam forum-forum musyawarah. Dengan pendidikan politik yang baik, rakyat akan memahami peran dan kekuatannya sebagai penentu arah bangsa. Pada akhirnya, demokrasi akan matang jika rakyatnya terdidik secara politik. Maka, investasi terbesar bangsa ini bukan hanya pada infrastruktur fisik, tetapi pada pembangunan kesadaran politik rakyatnya. Pemimpin yang baik lahir dari rakyat yang cerdas, dan rakyat yang cerdas hanya bisa dibentuk melalui pendidikan politik yang bermartabat dan berkelanjutan.

oleh: Dian Anika Sari, SE Anggota KPU Kabupaten Tegal Divisi Sosdiklih, Parmas dan SDM   Dalam Kontestasi pemilihan kepala daerah 2024 , selain figur Pasangan Calon yang bersaing meraih suara rakyat, menarik juga untuk mencermati tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024. Tingkat partisipasi pemilih, juga dikenal sebagai Voter Turnout, adalah persentase jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah, dibandingkan dengan jumlah total pemilih yang terdaftar. Tingkat partisipasi pemilih sangat penting karena mencerminkan kualitas demokrasi dan tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses demokrasi. Tingkat Partisipasi juga merupakan indikator penting dalam evaluasi penyelenggaraan Pilkada. Tingkat Partisipasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tegal 2024 sebesar 66,28 %,  Kecamatan tertinggi Slawi 73 %, Kecamatan terendah Jatinegara 60,15 %. Dari data  tingkat partisipasi Pilbub Tegal 2024 bisa dilihat bahwa kecamatan-kecamatan dengan tingkat partisipasi tinggi didominasi oleh Kecamatan yang berada di wilayah tengah atau mendekati pusat Kota Pemerintahan seperti: Slawi, Pangkah, Talang, Adiwerna dan Tarub. Sedangkan Kecamatan-kecamatan dengan Tingkat partisipasi rendah di dominasi kecamatan kecamatan yang berada di wilayah Selatan dan perbatasan seperti: Jatinegara, Balapulang ,Bumijawa, Bojong, Pagerbarang, Warureja, Dukuhturi. Tingkat Partisipasi Pemilih di pengaruhi oleh berbagai faktor , baik yang berasal dari pemilih sendiri (faktor internal) maupun dari system politik dan lingkungan sekitar (faktor eksternal). Faktor internal seperti kesadaran politik pemilih, rasa tanggung jawab, pengetahuan politik, keterikatan emosional dengan kandidat dan apatisme politik. Faktor eksternal seperti faktor politik, faktor penyelenggara pemilu, faktor aksessibilitas, latar belakang demografi dan social ekonomi, faktor media, faktor sosialisasi politik, dan faktor patronase atau pertukaran keuntungan demi memperoleh dukungan politik. Salah satu faktor eksternal  yang berpengaruh pada tingkat partisipasi Pilkada 2024 di Kabupaten Tegal adalah  latar belakang demografi dan sosial ekonomi,  bukan hanya di Pilkada 2024 tetapi juga pilkada sebelum sebelumnya. di Kabupaten Tegal Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 868.114 orang, Komposisi penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan utama adalah sektor Pertanian 22.09 %, sektor Industri 29,10%, dan Jasa 48,81% (Keadaan Ketenagakerjaan Kabupaten Tegal Agustus 2024, BRS BPS 13 November 2024). Lapangan pekerjaan utama tertinggi adalah sektor jasa dan Industri. Banyak warga Kabupaten Tegal yang bekerja merantau ke berbagai daerah bahkan luar negeri. Seperti di wilayah Utara, Kecamatan Suradadi, Warureja, dan Kramat banyak penduduk yang bekerja sebagai nelayan dan abk di luar daerah, di kecamatan Dukuhturi banyak penduduk yang bekerja merantau untuk berdagang yaitu membuka warteg, di Wilayah Selatan seperti: Jatinegara, Bojong, Bumijawa, Balapulang ,Lebaksiu banyak yang bekerja merantau berdagang  selain di sektor Pertanian, dan juga di kecamatan-kecamatan lainnya. Hal ini juga bisa dilihat dari jumlah C Pemberitahuan yang tidak terdistribusi dalam pelaksanaan Pilkada 2024 sejumlah 156.904 dan 90,80 % nya atau sejumlah 142.484 dikarenakan pemilih tidak berada di tempat. Permasalahan tersebut tentu harus menjadi perhatian bersama baik pemerintah daerah, penyelenggara pemilu dan pihak terkait lainnya agar mendapatkan solusi terbaik. Tingkat partisipasi yang cukup rendah ini juga dialami oleh Kabupaten/Kota tetangga yang mempunyai latar belakang demograsi sosial ekonomi yang hampir sama seperti Kabupaten Pemalang 58,42%, Kota Tegal 69, 22% dan Kabupaten Brebes 58,27%. Pendidikan Pemilih dengan mengedepankan inovasi-inovasi tetap menjadi prioritas utama KPU Kab. Tegal terutama untuk segmen-segmen yang memang harus mendapatkan prioritas utama seperti pemilih pemula, kelompok rentan, dan daerah dengan tingkat partisipasi rendah,  juga strategi strategi lainnya yang bisa dilakukan seperti kolaborasi dengan tokoh masyarakat, influncer, organisasi masyarakat, pemanfaatan teknologi dan media sosial, peningkatan fasilitas TPS agar inklusif untuk semua kelompok, dan transparansi proses pemilu dan pemilihan untuk meningkatkan kepercayaan publik. Terkait kebijakan atau pun regulasi pemilu atau pemilihan mendatang kita masih menunggu revisi Undang-Undang Pemilu oleh DPR dan Pemerintah. Harapan kita bersama kedepannya terdapat peningkatan kualitas demokrasi, Pembangunan daerah yang lebih baik dan pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Selain itu kita berharap pada kepemimpinan yang mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan stabilitas poltik.